Kamis, Oktober 30

Kepemimpinan Wanita Dalam Islam? Sebuah Pandangan

1 komentar


Sumber gambar: http://chillinaris.blogspot.com/



Tulisan ini membuat beberapa orang kebakaran jenggot. Ya, karena pendapatnya ini diluar pendapat umum orang-orang tentang kepemimpinan perempuan dalam islam. Padahal, dalam islam masa kini masih banyak yang perlu dikritisi. 

Di bawah ini adalah tulisan kawan saya Adhli Al Karni, salah satu mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Perlu diketahui IPB sedang mengadakan Pemira, terdapat dua pasangan yang mencalonkan. Satu pasangan wakilnya adalah perempuan. Perlu digaris bawahi bahwa tulisan ini tidak berpihak pada calon tertentu. Saya mendapatkan tulisan ini langsung dari Te' Adhli (Te' sebutan akrab dalam Bahasa Gorontalo) yang nantinya jadi jarkom. Namun sepertinya jarkomnya terputus, karena saya tidak mendapatkan untuk kedua kalinya seperti jarkom lain. Tulisan ini tidak diedit struktur tulisan dan bahasanya. Saya hanya menghilangkan emoticon dari wahtsapp. Monggo kalo mau dikritisi.

Jika calon sama baiknya, siapa pun yang menang maka bagus (seperti yang dijelaskan di atas) tidak memilih pun tidak mengapa.

Ketika ada yang buruk dan yang baik, maka pilih yang baik.

Jika keduanya buruk, pilih yang buruknya paling ringan.
Pada pemilihan bem km, saya tidak mengetahui apakah keempat orang itu taat beragama atau tidak. Jika memang benar keempatnya seorang muslim yang baik, maka alhamdulillah itu adalah sesuatu yang baik. Tapi kita jangan lupa pada firman Allah "laki-laki adalah pemimpin bagi wanita". Sebagaimana diketahui salah satu calon wakil ketua adalah wanita. Jadi sebagaimana yang Allah perintahkan, bahwa laki-laki lah yang merupakan seorang pemimpin.

Jadi, silakan simpulkan sendiri mau memilih yang mana atau tidak memilih.

#Tanggapan Adhli :

Bismillah...
Saya mau menanggapi mengenai boleh atau tidaknya perempuan jadi pemimpin. Apakah wanita memiliki hak-hak dalam bidang politik?

Paling tidak ada tiga alasan yang sering dikemukakan sebagai larangan keterlibatan mereka.
1. Ayat Ar-rijal qawwamuna 'alan-nisa' (lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita) (QS. An-Nisa' : 34)
2. Hadis yang menyatakan bahwa akal wanita kurang cerdas dibanding dengan laki-laki; keberagamaannya pun demikian
3. Hadis yang mengatakan : Lan yaflaha qaum walauw amrahum imra'at (Tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan)

Betulkan?

Nah... saya bukakan tafsir dan syarh hadisnya ya. Ayo kita buktikan siapa yang tepat atau agak gegabah dalam mengambil istinbat ayat 

Kita buka tafsir al-Qurthubi ya...

الرجال يقدمون بالنفقة عليهن و الدب عنهن و ايضا فإن فيهم الحكام و الأمراء و من يغزوا و ليس ذلك في النساء
"Para lelaki (suami) didahulukan (diberi hak kepemimpinan), karena lelaki berkewajiban memberi nafkah kepada wanita dan membela mereka, juga (karena) hanya lelaki yang menjadi penguasa, hakim, dan juga ikut bertempur. Sedangkan semua itu tidak terdapat pada wanita."

Selanjutnya, ditegaskan bahwa:

أن يقوم الرجال بتدبيرها و تأديبها و أمساكها في بيتها و منعها من البروز  و إن عليها طاعتها و قبول أمره مالم تكن معصية

"Ayat ini menunjukkan bahwa lelaki berkewajiban mengatur dan mendidik wanita, serta menugaskannya berada di rumah dan melarangnya keluar. Wanita berkewajiban menaati dan melaksanakan perintahnya selama itu bukan perintah maksiat."

Mungkin ini yang sering jadi hujjah ya? Tapi lupa, kalau mau menerapkan tafsir ini mestinya semua universitas Islam tidak menerima mahasiswi perempuan. Soalnya DILARANG KELUAR RUMAH. Suami yang bertugas mengajar. Tapi kenyataannya tidak. Apa yang menyebabkan pendapat ini tidak relevan?

Saya mencoba menjelaskan dengan sangat jelas dan gamblang biar se-frekuensi. Kata Ar-Rijal pada dalil pertama tidak bermakna laki-laki secara umum, tetapi adalah suami. Sebab konsiderans perintah tersebut seperti ditegaskan pada lanjutan ayat adalah "karena mereka (para suami) menafkahkan sebagian harta untuk istri-istri mereka".Seandainya yang dimaksud dengan kata "lelaki" adalah kaum pria secara umum, tentu konsideransnya tidak demikian. Terlebih lagi lanjutan ayat tersebut secara jelas berbicara tentang para istri dan kehidupan rumah tangga. Jelaskan? So, hati-hati bawa dalil. Nggak semua dalil itu 'am (umum) atau mujmal (global). Kadang al-quran sendiri yang men-takhsis-nya (mengkhususkannya) dengan 'alamat (tanda) tertentu yang sudah masyhur dibidang tafsir. Juga perlu saya tekankan mengenai pentingnya BELAJAR. Amal dakwah tanpa ilmu itu membahayakan. Belajar kemana? Belajar kepada ahlinya. Para ulama, bukan dengan para mahasiswa yang juga nggak nyambung tafsir. Untung-untung kalo dia jurusan tafsir hadis, lah kalo jurusan ekonomi? (maaf, nggak maksud menyinggung. Sekadar contoh saja. Saya juga jurusan ekonomi. 

Selanjutnya....
Mengenai hadis "Tidak akan beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka pada perempuan", perlu digarisbawahi bahwa hadis ini tidak bersifat umum. Ini terbukti dari redaksi hadis tersebut secara utuh, seperti diriwayatkan Bukhari, Ahmad, An-Nasa'i, dan At-Tirmidzi dari Abu Bakrah (boleh diliat di mukhtasar Ibnu Abi Jamrah; kalo minat belajar boleh deh datang ke tempat saya, kita belajar bareng. Kitabnya ada )

عن أبي بكرة قال : لما بلغ رسول الله صلى الله عليه و آله و صحبه و سلم أن أهل فارس ملكوا عليهم بنت كسرى قال : "لن يفلح قوم و لوا أمرهم امرأة"

"Ketika Rasulullah صلى الله عليه و آله و صحبه و سلم mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat putri Kisra sebagai penguasa mereka, beliau bersabda, 'Tidak akan beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka pada perempuan'."

Jadi, sekali lagi hadis tersebut ditujukan pada masyarakat Persia waktu itu, bukan terhadap semua masyarakat dan semua urusan.

Kita dapat berkesimpulan bahwa tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang politik, atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk kaum lelaki. Di sisi lain cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan dasar pemahaman untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut.

Salah satu ayat misalnya di surah At-Taubah ayat 71 (lihat di mushaf ya... ngetik arabnya kepanjangan, hehe...)

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki atau perempuan, sebahagian mereka adalah awliya' bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."

Ini ayat bisa dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama antara lelaki dan perempuan untuk berbagai bidang kehidupan yang ditunjukkan dengan kalimat "menyuruh mengerjakan yang ma'ruf, mencegah yang munkar". Bahkan ayat ini sebagai dalil harusnya perempuan diberi kesempatan juga. Nah, melalui pesta demokrasi di kampus ini contohnya.

Pengertian kata awliya' mencakup kerja sama, bantuan, dan PENGUASAAN; sedangkan pengertian yang terkandung dalam frasa "menyuruh mengerjakan yang ma'ruf" mencakup segala segi kebaikan. Termasuk jadi pemimpin. Apalagi cuma Rektor... Presma... Wapresma.... Komti... Ketua Rohis sekalipun. Bahkan kalau perempuan tidak terjun dan apatis maka ada dalil yang mengatakan:

من لم يتهم بأمر المسلمين فليس منهم
"Siapa yang nggak memperhatikan urusannya umat islam, maka ia tidak termasuk golongan mereka"

Kenyataannya sejarah menunjukkan sekian banyak wanita yang terlibat persoalan politik praktis. Sebagai contoh:
1. Ummu Hani' memberi jaminan politik kepada kaum musyrikin. Kedudukan ummu Hani' tentunya sangat dihormati dalam politik sampai-sampai berhak mengeluarkan suaka. Jaman sekarang ini setara dengan hak presiden.
2. Sayyidah 'Aisyah memimpin langsung perang Jamal.m ditahun 656 M. Adakah perempuan dizaman ini yang mau mengikuti jejak Sayyidah 'Aisyah?? Beliau berjuang memimpin para lelaki maju bertempur dan beliau panglimanya. Maka, sungguh mulia dan perlu kita dukung para wanita yang mengikuti jejak perjuangan beliau dalam memimpin kaum muslimin.

Sebagai penutup, saya tekankan bahwa perempuan adalah Syaqaiq Ar-Rijal (saudara sekandung kaum lelaki), sehingga kedudukan serta hak-haknya hampir dikatakan sama. Kalaupun ada perbedaan hanyalah akibat fungsi dan tugas utama yang dibabankan Tuhan kepada masing-masing jenis kelamin, sehingga perbedaan yang ada tidaklah mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan daripada yang lain, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Nisa' ayat 32 "janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu". Miris hati ini jika ada mahasiswa (muslim lagi) yang nggak mau milih seseorang cuma dengan alasan "jenis kelamin". So, kalo perempuan mampu kenapa tidak?

Demikian tulisan ini semoga bermanfaat. Saya hadiahkan pahala menulis ini kepada Ibunda saya yang tercinta, perempuan perkasa yang tidak mungkin ditandingi oleh lelaki dan wanita manapun dihatiku

Wallahu ta'ala a'lam

Bogor, 4 Muharram 1436

Catatan : Tolong disebarin ya... biar ilmunya ngalir. Ini bukan kampanye kok. Ini cuma niat ikhlas menegakkan kalimat Allah dan dakwah yang hakiki

Wal-'afw minkum...





One Response so far

  1. Comfori says:

    can we share this post on our blog??
    visit our blog which is www.comfori2u.blogspot.com

Labels