Rabu, Maret 28

Sarekat Islam dalam Mempertahankan dan Memperjuangkan Paham dan Kemerdekaan

1 komentar
H.O.S. Cokroaminoto merupakan salah satu tokoh SI


Sarekat Islam adalah organisasi yang berjuang untuk Indonesia. Mencoba mempertahankan dan memperjuangkan paham Pan Islamisme yang selalu diusik oleh lawannya dan penyusup.

Sarekat Islam adalah suatu organisasi pergerakan nasional di kalangan kaum muslimin, yang berkembang sebagai organisasi massa rakyat Indonesia yang pertama. Organisasi ini bermula dari Sarekat dagang Islam yang didirikan di Solo oleh H Samanhudi pada akhir tahun 1911. Setelah mengalami masa kejayaannya tahun 1916 sampai 1921, organisasi ini sedikit demi sedikit mengalami kemunduran, karena adanya penetrasi dari kaum Marxis dan perpecahan organisasi akibat  perbedaan pandangan politik diantara pemimpin-pemimpin organisasi.

Sarekat Dagang  Islam mula-mula didirikan oleh kalangan pedagang batik di desa Lawehan, Solo. Persaingan di bidang batik yang makin meningkat antara pedagang pribumi dan pedagang Cina, dan sikap superioritas orang Cina terhadap orang Indonesia setelah berhasilnya Revolusi Cina tahun 1911, mendorong pedagang-pedagang batik pribumi menghimpun diri. Selain karena alasan diatas, pedagang batik Solo juga merasakan tekanan dari bangsawan setempat. Atas kepeloporan H Samanhudi, saudagar batik dari Lawehan, Solo, dan dukungan R.M. Tirtoadisuryo,seorang  wartawan yang pernah mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Jakerta (1909) dan di Bogor (1911), didirikanlah Sarekat Dagang Islam.

Anggaran dasar pertama tertanggal 11 November 1911 dirumuskan oleh R.M. Tirtiadisuryo. Tujuan organisasi menurut anggaran dasar adalah; berikhtiar meningkatkan persaudaraan diantara anggota, dan tolong menolong dikalangan kaum Muslimin; berusaha meningkatkan derajat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta kebebasan Negeri. Organisasi ini berhasil meluas sampai masyarakat bawah. Hal ini  membuat pihak pengusaha khawatir, lebih-lebih setelah kegiatan para anggota di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh pengurus setempat. Kerusuhan meningkat dan perkelahian yang melibatkan orang Cina kerap terjadi. Pemogokan dilancarkan oelh pekerja di perkebunan Krapyak di Mangkunegaran. Pihak penguasa menganggap hal ini disebabkan oleh Sarekat Dagang Islam. Oleh sebab itu, pada awal agustus 1912, residen Surakarta segera membekukan organisasi ini, SDI dilarang menerima anggota baru dan mnegadakan rapat-rapat. Penggeledahan terhadap tokoh-tokoh organisasi dilakukan, tetapi tidak menemukan bukti-bukti bahwa Sdi memang berbahaya. Pada tanggal 26 Agustus 1912, pembekuan ini dicabut dengan syarta bahwa anggaran dasar organisasi ini diubah,  dan organisasi ini terbatas di daerah Surakarta saja. Sekalipun demikian, tetapi anggota SDI terus bertambah, tidak saja di Surakarta tetapi di daerah lain di Jawa.

Sementara itu di lingkungan organisasi muncul pemimpin baru yakni H. Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto. Tanpa memperhatikan persyaratan yang dituntu Residen, Tjokroaminoto menyusun anggaran baru: organisasi ini dinyatakan meliputi seluruh Indonesia, dan kata “dagang” dihapuskan. H. Samanhudi diangkat menjadi ketua Sarekat Islam (SI), dan Tjokroaminoto Komisaris. Anggaran dasar organisasi ini disahkan dengan akta di Surabaya pada tanggal 1912, dan segera diajukan kepada pemerintah guna mendapatkan persetujuan.

Dilihat dari anggaran dasar yang bar, SI bertujuan mengembangkan jiwa dagang, menberi bantuan kepada anggita yang menderita kesukaran, memajukan perngajaran dan memajukan semua yang dapat mengangkat derajat warga pribumi, menentang pendapat-pendapat keliru tentang Islam. Tujuan politik tidak disinggung-singgung dalam anggaran dasar ini. Akan tetapi dalam kenyataannya, seluruh kegiatan SI tidak lain adalah daripada untuk mencapai suatu tujuan kenegaraan. Keadilan dan kebenaran selalu diperjuangkan dengan gigih oleh organisasi, misalnya terhadap praktik-praktik penindasan dari pemerintah. Dalam kongresnya yang pertama pada bulan Januari 1913, Kegiatan SI bersifat menyeluruh kepada segenap pelosok tanah air. Dalam kongres ditetapkan wilayah SI dibagi tiga bagian, Wilayah Jawa Barat yakni  Jawa Barat, Sumatra dan pulau-pulau daerah Sumatra, wilayah jawa Tengah yang meliputi Jawa Tengah dan Kalimantan, wilayah Jawa Timur yang meliputi Jawa Timur, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa dan pulau-pulau lainnya di wilayah Indonesia Timur. Cabang-cabang SI ini berada di bawah pengawasan SI pusat di Surakarta, yang dikertuai oleh H. Samanhudi.

Pemerinatah Hindia Belanda sangat berhati-hati menghadapi situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-unsur Revolusioner  ini. Pemerintah akhirnya menolak memberikan pengakuan terhadap SI pusat, dan hanya memberikan pengakuan terhadap SI lokal. Sampai tahun 1914 ada 56 SO lokal ayng diakui badan hukumnya. Keputusan ini tentu saja mempengaruhi struktur organisasi SI. Struktur pusat dan cabang yang ditetapkan dalam kongren tidak dapat diterapkan. Jalan keluar dicari, persyaratan dari pemerintah dipenuhi, tetapi juaga dikembangkan kerja sama antara SI lokal. Untuk itu, dalam suatu pertemuan di yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914 diputuskan untuk membuat pengurus sentral.

Pada tahun 1915 didirikanlah Central Sarekat Islam (CSI) berkedudukan di Surabaya, yang tujuannya memajukan, membantu, dan memelihara kerja sama antara SI lokal. Pengurus CSI terdiri atas H. Samanhudi sebagai ketua kehormatan, Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Gunawan sebagi wakil ketua. Semua SI lokal merupakan anggota CSI. Pada tanggal 19 Maret 1916, CSI ini baru diakui pemerintah dengan syarat wajib mengawasi tindakan-tindakan pengurus dan SI lokal. Snebtara itu, jumlah anggota dan cabang SI terus berkembang dengan pesat, dan SI menjadi organisasi massa yang pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan politik Indonesia. Pada tahun 1916, cabang SI lokal di sleuruh Indonesia  berjumlah 181 cabang, dengan anggota seluruhnya 700.000 orang. Jumlah cabang yang mengikuti kongres tahun ini sebanyak 75 cabang. Sebagai perbandingan, Budi Utomo di masa kejayaannya tahun 1909 hanya memiliki anggota 10.000 orang.

Pada periode stelah 1916, wawasan SI adalah wawasan nasional yang bertujuan terbentuknya suatu bangsa. Inilah sebabnya sejak tahun 1916 ini kongres tahunan SI disebut kongres Nasional. Dalam kongres Nasional SI pertama tahun 1916, berhasil dirumuskan sifat politik SI, yang kemudian disahkan pada kongres Nasional partai yang kedua tahun 1917. Isi pokok politik organisasi, antara lain, mengharapkan hancurnya kapitalisme yang jahat dan memperjuangkan agar rakyat pada akhirnya nanti dapat melaksanakan pemerintahan sendiri.

Sejalan dengan perkembangan SI yang sangat pesat, orang-orang sosialis yang tergabung dalam ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereneging) seperti Sneevliet, P. Bergsma, H.W. Dekker berusaha memanfaatkan SI sebagai jembatan ISDV kepada massa rakyat Indonesia. Dengan menggunakan taktik infiltrasi, orang-orang sosialis ini berhasil menyusup ke tubuh SI, dan menyebarkan paham Marxis di lingkungan anggota SI. Dalam satu tahun, Sneevliet dan kawan-kawannya telah memiliki pengaruh yang cukuup kuat di kalangan anggota SI. Keadaan buruk akibat perang Dunia I, panen padi yang jelelk, serta ketidakpuasan buruh perkebunan terhadap upah ayng rendah  merupakan isu-isu yang menguntungkan bagi propaganda mereka. Selain itu, CSI sebagai koordinator SI lokal masih lemah dan kondisi kepartaian pada waktu itu memungkinkan seseorang sekaligus menjadi anggota beberapa partai. Ini semua memudahkan mereka melakukan Infiltrasi ke tubuh SI. Banyak anggota SI yang ditarik menjadi anggota ISDV. BahkanSneevliat berhasil menarik beberapa pemimpin muda SI menjadi pemimpin ISDV. Yang terpenting adalah Semaun dan Darsono. Mereka berdua tahun 1916 menjadi SI cabang Surabaya. Semaun kemudian pindah ke Semarang, dan menjadi pemimpin SI Semarang, yang sebelumya memang telah menerima banyak pengaruh dari Sneevliet. Semarang sendiri merupakan tempat pertama kali ISDV didirikan tahun1914. Dengan usaha Semaun yang gigih, SI Semarang mengalami perkembangan peesat. Pada tahun 1916 anggotang sudah 1700 orang, dan tahun1917 berjumlah 20.000 orang.

Semaun, Darsono dan kawan-kawannya, yang berorientasi Marxistis, senantiasa melancarkan oposisi terhadap kepemimpinan Tjokroaminoto. SI Semarang tidak hanya menyerang pemerintah dan kapitalis asing, tapi juga menyerang CSI. Hal ini menimbulkan krisis kepemimpinan dalam organisasi SI. Sementara pertentangan antara pendukung paham islam dan pendukung paham Marxis terus bergolak. CSI melihat munculnya  kesulitan-kesulitan dengan SI Semarang adalah akibat keterlibatan ISDV. Oleh sebab itu, dalam kongres SI bulan Oktober 1917, organisasi memutuskan segala hubungan organisasi dengan ISDV.

Pertentangan tentang haluan politik partai telah muncul dalam kongres Nasional kedua tahun 1917. Ditegaskan dalam kongres bahwa tujuan perjuangan organisasi adalah terwujudnya pemerintahan sendiri, dan menentang segala bentuk penghisapan oleh kapitalis. Akan tetapi terdapat dua pendirian yang saling bertentangan. Abdul Muis dan H. Agus Salim berpendirian bahwa untuk mencapai tujuan organisasi perlu ditempuh dengan cara-cara yang legal. Sementara Semaun dan Darsono, berpendirian bahwa apabila ingin mencapai apa yang dicita-citakan, organisasi harus meninggalkan segala bentuk kerja sama dengan pemerintah. Dalam pembahasan Volkskraad yang akan dibentuk pemerintah, pertentangan diantara kedua kubu inipun terjadi. Abdul Muis menganggap Volkskraad sebagai langkah untuk mendirikan dewan perwakilan yang sebenarnya, dan dengan ikut dalam volkskraad, SI dapat membela kepentingan rakyat. Semaun berpendirian lain. Volkskraad baginya hanyalah akal kaum kapitalis untuk mengelabui rakyat jelata guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Abdul Muis dan kawan kawan lebih mendapat dukungan, dan diputuskan bahwa SI tetap bergerak melalui jalan legal,dan ikut berpartisipasi dalam Volkskraad. SI kemudian ikut dalam musyawarah Komite Nasional tahun 1917 tentang pemilihan anggota-anggota Indonesia untuk Volkskraad yang akan dibentuk. H.O.S. Tjokroaminoto akhirnya diangakat oleh pemerintah menjadi anggota Volkskraad setelah volkskraad dibentuk tahun 1918. Sementara itu, abdul Muis menjadi anggota volkskraad yang terpilih.

Pertentangan antara kubu Abdul Muis dan Kubu Semaun ini terjadi dalam hal Indie Weerbar Actie (aksi Ketahanan Hindia). Terjadi perbedaan yang tajam antara mereka, tidak hanya pertikaian antara dua kubu, tetapi meluas sampai masalah-masalah pribadi. Pertikakaian ini kmeudian diselesainkan secara resmi dalam kongres Nasional SI di Surabaya pada tahun 1918 bulan Oktober dengan keduanya membatasi setiap pertentangan yang muncul. Akan tetpai usaha tersebut juga tidak mampu menjembatani kedua kubu ini.

H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis menjadikan Volkskraad sebagai forum untuk mengemukakan tuntunan-tuntunan partai seperti yang diputuskan dalam kongres. Keduanya bekerja sama dengan wakil-wakil lain yang sehaluan dalamm fraksi Radicale Concentratie dengan maksud mempercepat realisasi badan perwakilan sesungguhnya. Akan tetapi masalah pertisipasi partai di Volkskraad menghangat kembali setelah penolakan dewan atas morsi partai unutk mengurangi luas tanah yang dipergunakan untuk penanaman tembakau. Beberapa pemimpin SI yang pada mulanya menyetujui partisipasi partai dalam volkskraad mulai mempersoalkan perlu dan tidaknya partisipasi ini. Sosrodarsono, sekretaris CSI, menuntut agar Tjokroaminoto dan Abdul Muis meninggalkan dewan. Sikap Si terhadap volkskraad kemudian berubah sama sekali. H. Agus Salim yang semula sangat mendukung SI dalam volkskraad mencap bahwa volkskraad tidak lebih dari “komedi kosong”, demikian juga Indiee Weerbaar Actie. SI mulai bersikap lebih radikal. Jika pada tahun 1915-1916an semboyan SI masih “kerjasama dengan pemerintah untuk kepentingan Hindia”, pada tahun 1918 semboyan ini berubah menjadi menentang pemerintah dan kapitalis yang jahat. Dalam Kongres Nasional di Surabaya tahun 1918, yang dihadiri oleh 87 SI lokal, pemerintah jajahan dikecam dengan hebat. Pemerintah dituduh hanya melindungi kepentingan kapitalis tanpa menghiraukan nasib rakyat kecil. Pegawai-pegawai pemerintah pribumi dicap sebagai alat penyokong kapitalis. SI menuntut perbaikan syarat-syarat perburuhan, adanya pemerintahan sendiri, adanya undang-undang kepemilikan, hak angket dan interpelasi volkskraad, perwakilan yang seimbang, dsb.

Sejalan dengan perubahan haluan politik SI ke arah non kooperasi, golongan marxis mendapatkan jabatan di dalam tubuh CSI. Sehingga mereka memiliki pengaruh yang semakin kuat. Pada kongres Nasional di Surabaya tahun 1918, Darsono, Prawoto Sudibyo dan Semaun mendapatkan kursi di CSI yang baru. Walaupun H.O.S tjokroaminoto dan abdul Muis masih menjabat sebagai presiden dan wakil presiden. Kepengurusan dari kaum marxis tersebut merupakan sebuah kemajuan besar bagi golongan itu. Pada Kongres Nasional SI tahun 1919 masalah kelas sedang menghangat. Dalam kongres disusun serikat buruh dan dibentuk vaksentraal buruh. Kemudian semuanya dibuktikan dengan berdirinya PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh) pada 15 Desember 1919.

Pemebentukan serikat ini menimbulkan persaingan antara Abdul Muis, H. Agus Salim dan kawan-kawan dengan Semaun, Darsono dan kawan-kawan. Kedua pihak menginginkan menguasai PKBB tersebut. Suryopranoto sebagai wakil presiden PPKB ingin memindahkan pusat PPKB dari Semarang ke Yogyakarta. Semaun menuduh hal ini sebagai usaha untuk menghapuskan kaum komunis. Kedua belah pihak saling mnegecam. Pada tahun 1921 bulan Juni Semaun menyatakan PKBB bubar dan diganti dengan Revolutionare Vakcentrale, nama yang sebelumnya diusahakan oleh Komunis saat penamaan PPKB. Pembubaran ini  tidak diakui oleh Suryopranoto, dalam rapat yang diadakan bulan Juli 1921 ditegaskan bahwa PPKB masih berlanjut.

Pada tahun ini SI berada di puncak kejayaan. Dengan memiliki jutaan anggota. Namun di tahun ini juga merupakan titik balik perkembangan SI. Pertentangan, pertikaian, perbedaan ideologi menjadi corak yang dalam kubu SI kini. Masalah-masalah tersebut membuat keretakan dalam hubungan organisasi. Dalam kongres Istimewa bulan Maret tahun 1921 yang diselenggarakan di Yogyakarta dilakukan penyusunan tafsir baru, antara lain mengenai kompromi antara kelompok yang bertikai. Walaupun demikian, orang yang terpengaruh ISDV selalu menjadi Oposisi kebijakan yang dilakukan oleh SI. Ini menimbulkan kebencian terhadap kaum komunis yang mendorong SI untuk mengeluarkan golongan komunis dari tubuh SI. Dalam kongres di Surabaya pada bulan Oktober tahun itu juga dibahas mengenai disiplin partai. Diputuskan bahwa anggota SI dilarang untuk memiliki organisasi ganda. Mereka harus memilih atau keluar dari SI. Beberapa SI lokal menentangnya, seperti dari Salatiga, Semarang, Sukabumi dan Bandung. Akan tetapi suara terbanyak menyetujui disiplin partai tersebut. Maka dari itu anggota SI menyusut. Anggota yang terpengaruh ISDV keluar dari SI. Untuk menggairahkan kembali organisasi, maka SI mulai bergerak ke arahh keagamaan. Dibentuklah Komite Kongres Al Islam bersama dengan Muhammadiyah dengan mencoba menyebarkan paham Pan Islamisme. Hubungan dengan gerakan islam di luar negri segera diusahakan.

Kepercayaan partai kepada pemerintah perlahan menurun, lalu lenyap dengan segera. Sehingga organisasi benar-benar bersifat non kooperatif. Penahanan Tjokroaminoto oleh pemerintah selama kurang lebih tujuh bulan dari 1921-1922 karena tuduhan keterlibatan dengan gerakan SI afdeeling B di Jabar, menghilangkan kesediaan partai untuk patuh pada pemerintah.

Dikalangan SI muncul gagasan untuk melakukan reorganisasi. Susunan organisasi lama dianggap sudah tidak cocok. Juga dapat membahayakan kepemimpinan organisasi. SI lokal dapat bergerak lebih bebas dibandingkan CSI yang bertanggung jawab atas tindakan SI lokal. Maka dalam kongres ketujuh bulan Februari 1923 dibahas kemungkinan SI untuk mundur dari volkskraad. Dalam kongres ini pula diputuskan akan adanya reorganisasi. SI akhirnya diubah menjadi Partai Sarekat Islam.

Sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia.

One Response so far

  1. Nice POS... i like this

Labels