H.O.S. Cokroaminoto merupakan salah satu tokoh SI |
Sarekat Islam adalah organisasi yang
berjuang untuk Indonesia. Mencoba mempertahankan dan memperjuangkan paham Pan
Islamisme yang selalu diusik oleh lawannya dan penyusup.
Sarekat Islam adalah suatu organisasi
pergerakan nasional di kalangan kaum muslimin, yang berkembang sebagai
organisasi massa rakyat Indonesia yang pertama. Organisasi ini bermula dari
Sarekat dagang Islam yang didirikan di Solo oleh H Samanhudi pada akhir tahun
1911. Setelah mengalami masa kejayaannya tahun 1916 sampai 1921, organisasi ini
sedikit demi sedikit mengalami kemunduran, karena adanya penetrasi dari kaum
Marxis dan perpecahan organisasi akibat
perbedaan pandangan politik diantara pemimpin-pemimpin organisasi.
Sarekat Dagang Islam mula-mula didirikan oleh kalangan
pedagang batik di desa Lawehan, Solo. Persaingan di bidang batik yang makin
meningkat antara pedagang pribumi dan pedagang Cina, dan sikap superioritas
orang Cina terhadap orang Indonesia setelah berhasilnya Revolusi Cina tahun
1911, mendorong pedagang-pedagang batik pribumi menghimpun diri. Selain karena
alasan diatas, pedagang batik Solo juga merasakan tekanan dari bangsawan
setempat. Atas kepeloporan H Samanhudi, saudagar batik dari Lawehan, Solo, dan
dukungan R.M. Tirtoadisuryo,seorang
wartawan yang pernah mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Jakerta
(1909) dan di Bogor (1911), didirikanlah Sarekat Dagang Islam.
Anggaran dasar pertama tertanggal 11
November 1911 dirumuskan oleh R.M. Tirtiadisuryo. Tujuan organisasi menurut
anggaran dasar adalah; berikhtiar meningkatkan persaudaraan diantara anggota,
dan tolong menolong dikalangan kaum Muslimin; berusaha meningkatkan derajat
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta kebebasan Negeri. Organisasi ini berhasil
meluas sampai masyarakat bawah. Hal ini
membuat pihak pengusaha khawatir, lebih-lebih setelah kegiatan para
anggota di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh pengurus setempat. Kerusuhan
meningkat dan perkelahian yang melibatkan orang Cina kerap terjadi. Pemogokan
dilancarkan oelh pekerja di perkebunan Krapyak di Mangkunegaran. Pihak penguasa
menganggap hal ini disebabkan oleh Sarekat Dagang Islam. Oleh sebab itu, pada
awal agustus 1912, residen Surakarta segera membekukan organisasi ini, SDI dilarang
menerima anggota baru dan mnegadakan rapat-rapat. Penggeledahan terhadap
tokoh-tokoh organisasi dilakukan, tetapi tidak menemukan bukti-bukti bahwa Sdi
memang berbahaya. Pada tanggal 26 Agustus 1912, pembekuan ini dicabut dengan
syarta bahwa anggaran dasar organisasi ini diubah, dan organisasi ini terbatas di daerah
Surakarta saja. Sekalipun demikian, tetapi anggota SDI terus bertambah, tidak
saja di Surakarta tetapi di daerah lain di Jawa.
Sementara itu di lingkungan organisasi
muncul pemimpin baru yakni H. Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto. Tanpa
memperhatikan persyaratan yang dituntu Residen, Tjokroaminoto menyusun anggaran
baru: organisasi ini dinyatakan meliputi seluruh Indonesia, dan kata “dagang”
dihapuskan. H. Samanhudi diangkat menjadi ketua Sarekat Islam (SI), dan
Tjokroaminoto Komisaris. Anggaran dasar organisasi ini disahkan dengan akta di
Surabaya pada tanggal 1912, dan segera diajukan kepada pemerintah guna
mendapatkan persetujuan.
Dilihat dari anggaran dasar yang bar, SI
bertujuan mengembangkan jiwa dagang, menberi bantuan kepada anggita yang
menderita kesukaran, memajukan perngajaran dan memajukan semua yang dapat
mengangkat derajat warga pribumi, menentang pendapat-pendapat keliru tentang
Islam. Tujuan politik tidak disinggung-singgung dalam anggaran dasar ini. Akan
tetapi dalam kenyataannya, seluruh kegiatan SI tidak lain adalah daripada untuk
mencapai suatu tujuan kenegaraan. Keadilan dan kebenaran selalu diperjuangkan
dengan gigih oleh organisasi, misalnya terhadap praktik-praktik penindasan dari
pemerintah. Dalam kongresnya yang pertama pada bulan Januari 1913, Kegiatan SI
bersifat menyeluruh kepada segenap pelosok tanah air. Dalam kongres ditetapkan
wilayah SI dibagi tiga bagian, Wilayah Jawa Barat yakni Jawa Barat, Sumatra dan pulau-pulau daerah
Sumatra, wilayah jawa Tengah yang meliputi Jawa Tengah dan Kalimantan, wilayah
Jawa Timur yang meliputi Jawa Timur, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa dan
pulau-pulau lainnya di wilayah Indonesia Timur. Cabang-cabang SI ini berada di
bawah pengawasan SI pusat di Surakarta, yang dikertuai oleh H. Samanhudi.
Pemerinatah Hindia Belanda sangat
berhati-hati menghadapi situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-unsur
Revolusioner ini. Pemerintah akhirnya
menolak memberikan pengakuan terhadap SI pusat, dan hanya memberikan pengakuan
terhadap SI lokal. Sampai tahun 1914 ada 56 SO lokal ayng diakui badan
hukumnya. Keputusan ini tentu saja mempengaruhi struktur organisasi SI.
Struktur pusat dan cabang yang ditetapkan dalam kongren tidak dapat diterapkan.
Jalan keluar dicari, persyaratan dari pemerintah dipenuhi, tetapi juaga
dikembangkan kerja sama antara SI lokal. Untuk itu, dalam suatu pertemuan di
yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914 diputuskan untuk membuat pengurus
sentral.
Pada tahun 1915 didirikanlah Central
Sarekat Islam (CSI) berkedudukan di Surabaya, yang tujuannya memajukan,
membantu, dan memelihara kerja sama antara SI lokal. Pengurus CSI terdiri atas
H. Samanhudi sebagai ketua kehormatan, Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Gunawan
sebagi wakil ketua. Semua SI lokal merupakan anggota CSI. Pada tanggal 19 Maret
1916, CSI ini baru diakui pemerintah dengan syarat wajib mengawasi
tindakan-tindakan pengurus dan SI lokal. Snebtara itu, jumlah anggota dan
cabang SI terus berkembang dengan pesat, dan SI menjadi organisasi massa yang
pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan politik Indonesia. Pada tahun 1916,
cabang SI lokal di sleuruh Indonesia
berjumlah 181 cabang, dengan anggota seluruhnya 700.000 orang. Jumlah
cabang yang mengikuti kongres tahun ini sebanyak 75 cabang. Sebagai
perbandingan, Budi Utomo di masa kejayaannya tahun 1909 hanya memiliki anggota
10.000 orang.
Pada periode stelah 1916, wawasan SI adalah
wawasan nasional yang bertujuan terbentuknya suatu bangsa. Inilah sebabnya
sejak tahun 1916 ini kongres tahunan SI disebut kongres Nasional. Dalam kongres
Nasional SI pertama tahun 1916, berhasil dirumuskan sifat politik SI, yang
kemudian disahkan pada kongres Nasional partai yang kedua tahun 1917. Isi pokok
politik organisasi, antara lain, mengharapkan hancurnya kapitalisme yang jahat
dan memperjuangkan agar rakyat pada akhirnya nanti dapat melaksanakan
pemerintahan sendiri.
Sejalan dengan perkembangan SI yang sangat
pesat, orang-orang sosialis yang tergabung dalam ISDV (Indische Sociaal
Democratische Vereneging) seperti Sneevliet, P. Bergsma, H.W. Dekker berusaha
memanfaatkan SI sebagai jembatan ISDV kepada massa rakyat Indonesia. Dengan
menggunakan taktik infiltrasi, orang-orang sosialis ini berhasil menyusup ke
tubuh SI, dan menyebarkan paham Marxis di lingkungan anggota SI. Dalam satu
tahun, Sneevliet dan kawan-kawannya telah memiliki pengaruh yang cukuup kuat di
kalangan anggota SI. Keadaan buruk akibat perang Dunia I, panen padi yang
jelelk, serta ketidakpuasan buruh perkebunan terhadap upah ayng rendah merupakan isu-isu yang menguntungkan bagi
propaganda mereka. Selain itu, CSI sebagai koordinator SI lokal masih lemah dan
kondisi kepartaian pada waktu itu memungkinkan seseorang sekaligus menjadi
anggota beberapa partai. Ini semua memudahkan mereka melakukan Infiltrasi ke
tubuh SI. Banyak anggota SI yang ditarik menjadi anggota ISDV. BahkanSneevliat
berhasil menarik beberapa pemimpin muda SI menjadi pemimpin ISDV. Yang
terpenting adalah Semaun dan Darsono. Mereka berdua tahun 1916 menjadi SI
cabang Surabaya. Semaun kemudian pindah ke Semarang, dan menjadi pemimpin SI
Semarang, yang sebelumya memang telah menerima banyak pengaruh dari Sneevliet.
Semarang sendiri merupakan tempat pertama kali ISDV didirikan tahun1914. Dengan
usaha Semaun yang gigih, SI Semarang mengalami perkembangan peesat. Pada tahun
1916 anggotang sudah 1700 orang, dan tahun1917 berjumlah 20.000 orang.
Semaun, Darsono dan kawan-kawannya, yang
berorientasi Marxistis, senantiasa melancarkan oposisi terhadap kepemimpinan
Tjokroaminoto. SI Semarang tidak hanya menyerang pemerintah dan kapitalis
asing, tapi juga menyerang CSI. Hal ini menimbulkan krisis kepemimpinan dalam
organisasi SI. Sementara pertentangan antara pendukung paham islam dan
pendukung paham Marxis terus bergolak. CSI melihat munculnya kesulitan-kesulitan dengan SI Semarang adalah
akibat keterlibatan ISDV. Oleh sebab itu, dalam kongres SI bulan Oktober 1917,
organisasi memutuskan segala hubungan organisasi dengan ISDV.
Pertentangan tentang haluan politik partai
telah muncul dalam kongres Nasional kedua tahun 1917. Ditegaskan dalam kongres
bahwa tujuan perjuangan organisasi adalah terwujudnya pemerintahan sendiri, dan
menentang segala bentuk penghisapan oleh kapitalis. Akan tetapi terdapat dua
pendirian yang saling bertentangan. Abdul Muis dan H. Agus Salim berpendirian
bahwa untuk mencapai tujuan organisasi perlu ditempuh dengan cara-cara yang
legal. Sementara Semaun dan Darsono, berpendirian bahwa apabila ingin mencapai
apa yang dicita-citakan, organisasi harus meninggalkan segala bentuk kerja sama
dengan pemerintah. Dalam pembahasan Volkskraad yang akan dibentuk pemerintah,
pertentangan diantara kedua kubu inipun terjadi. Abdul Muis menganggap
Volkskraad sebagai langkah untuk mendirikan dewan perwakilan yang sebenarnya,
dan dengan ikut dalam volkskraad, SI dapat membela kepentingan rakyat. Semaun
berpendirian lain. Volkskraad baginya hanyalah akal kaum kapitalis untuk
mengelabui rakyat jelata guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Abdul
Muis dan kawan kawan lebih mendapat dukungan, dan diputuskan bahwa SI tetap
bergerak melalui jalan legal,dan ikut berpartisipasi dalam Volkskraad. SI
kemudian ikut dalam musyawarah Komite Nasional tahun 1917 tentang pemilihan
anggota-anggota Indonesia untuk Volkskraad yang akan dibentuk. H.O.S.
Tjokroaminoto akhirnya diangakat oleh pemerintah menjadi anggota Volkskraad
setelah volkskraad dibentuk tahun 1918. Sementara itu, abdul Muis menjadi
anggota volkskraad yang terpilih.
Pertentangan antara kubu Abdul Muis dan Kubu
Semaun ini terjadi dalam hal Indie Weerbar Actie (aksi Ketahanan Hindia).
Terjadi perbedaan yang tajam antara mereka, tidak hanya pertikaian antara dua
kubu, tetapi meluas sampai masalah-masalah pribadi. Pertikakaian ini kmeudian
diselesainkan secara resmi dalam kongres Nasional SI di Surabaya pada tahun
1918 bulan Oktober dengan keduanya membatasi setiap pertentangan yang muncul.
Akan tetpai usaha tersebut juga tidak mampu menjembatani kedua kubu ini.
H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis
menjadikan Volkskraad sebagai forum untuk mengemukakan tuntunan-tuntunan partai
seperti yang diputuskan dalam kongres. Keduanya bekerja sama dengan wakil-wakil
lain yang sehaluan dalamm fraksi Radicale Concentratie dengan maksud
mempercepat realisasi badan perwakilan sesungguhnya. Akan tetapi masalah
pertisipasi partai di Volkskraad menghangat kembali setelah penolakan dewan
atas morsi partai unutk mengurangi luas tanah yang dipergunakan untuk penanaman
tembakau. Beberapa pemimpin SI yang pada mulanya menyetujui partisipasi partai
dalam volkskraad mulai mempersoalkan perlu dan tidaknya partisipasi ini.
Sosrodarsono, sekretaris CSI, menuntut agar Tjokroaminoto dan Abdul Muis
meninggalkan dewan. Sikap Si terhadap volkskraad kemudian berubah sama sekali.
H. Agus Salim yang semula sangat mendukung SI dalam volkskraad mencap bahwa
volkskraad tidak lebih dari “komedi kosong”, demikian juga Indiee Weerbaar
Actie. SI mulai bersikap lebih radikal. Jika pada tahun 1915-1916an semboyan SI
masih “kerjasama dengan pemerintah untuk kepentingan Hindia”, pada tahun 1918
semboyan ini berubah menjadi menentang pemerintah dan kapitalis yang jahat.
Dalam Kongres Nasional di Surabaya tahun 1918, yang dihadiri oleh 87 SI lokal,
pemerintah jajahan dikecam dengan hebat. Pemerintah dituduh hanya melindungi
kepentingan kapitalis tanpa menghiraukan nasib rakyat kecil. Pegawai-pegawai
pemerintah pribumi dicap sebagai alat penyokong kapitalis. SI menuntut
perbaikan syarat-syarat perburuhan, adanya pemerintahan sendiri, adanya
undang-undang kepemilikan, hak angket dan interpelasi volkskraad, perwakilan
yang seimbang, dsb.
Sejalan dengan perubahan haluan politik SI
ke arah non kooperasi, golongan marxis mendapatkan jabatan di dalam tubuh CSI.
Sehingga mereka memiliki pengaruh yang semakin kuat. Pada kongres Nasional di
Surabaya tahun 1918, Darsono, Prawoto Sudibyo dan Semaun mendapatkan kursi di
CSI yang baru. Walaupun H.O.S tjokroaminoto dan abdul Muis masih menjabat
sebagai presiden dan wakil presiden. Kepengurusan dari kaum marxis tersebut
merupakan sebuah kemajuan besar bagi golongan itu. Pada Kongres Nasional SI
tahun 1919 masalah kelas sedang menghangat. Dalam kongres disusun serikat buruh
dan dibentuk vaksentraal buruh. Kemudian semuanya dibuktikan dengan berdirinya
PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh) pada 15 Desember 1919.
Pemebentukan serikat ini menimbulkan
persaingan antara Abdul Muis, H. Agus Salim dan kawan-kawan dengan Semaun,
Darsono dan kawan-kawan. Kedua pihak menginginkan menguasai PKBB tersebut.
Suryopranoto sebagai wakil presiden PPKB ingin memindahkan pusat PPKB dari
Semarang ke Yogyakarta. Semaun menuduh hal ini sebagai usaha untuk menghapuskan
kaum komunis. Kedua belah pihak saling mnegecam. Pada tahun 1921 bulan Juni
Semaun menyatakan PKBB bubar dan diganti dengan Revolutionare Vakcentrale, nama
yang sebelumnya diusahakan oleh Komunis saat penamaan PPKB. Pembubaran ini tidak diakui oleh Suryopranoto, dalam rapat
yang diadakan bulan Juli 1921 ditegaskan bahwa PPKB masih berlanjut.
Pada tahun ini SI berada di puncak
kejayaan. Dengan memiliki jutaan anggota. Namun di tahun ini juga merupakan
titik balik perkembangan SI. Pertentangan, pertikaian, perbedaan ideologi
menjadi corak yang dalam kubu SI kini. Masalah-masalah tersebut membuat
keretakan dalam hubungan organisasi. Dalam kongres Istimewa bulan Maret tahun
1921 yang diselenggarakan di Yogyakarta dilakukan penyusunan tafsir baru,
antara lain mengenai kompromi antara kelompok yang bertikai. Walaupun demikian,
orang yang terpengaruh ISDV selalu menjadi Oposisi kebijakan yang dilakukan oleh
SI. Ini menimbulkan kebencian terhadap kaum komunis yang mendorong SI untuk
mengeluarkan golongan komunis dari tubuh SI. Dalam kongres di Surabaya pada
bulan Oktober tahun itu juga dibahas mengenai disiplin partai. Diputuskan bahwa
anggota SI dilarang untuk memiliki organisasi ganda. Mereka harus memilih atau
keluar dari SI. Beberapa SI lokal menentangnya, seperti dari Salatiga,
Semarang, Sukabumi dan Bandung. Akan tetapi suara terbanyak menyetujui disiplin
partai tersebut. Maka dari itu anggota SI menyusut. Anggota yang terpengaruh
ISDV keluar dari SI. Untuk menggairahkan kembali organisasi, maka SI mulai
bergerak ke arahh keagamaan. Dibentuklah Komite Kongres Al Islam bersama dengan
Muhammadiyah dengan mencoba menyebarkan paham Pan Islamisme. Hubungan dengan
gerakan islam di luar negri segera diusahakan.
Kepercayaan partai kepada pemerintah
perlahan menurun, lalu lenyap dengan segera. Sehingga organisasi benar-benar
bersifat non kooperatif. Penahanan Tjokroaminoto oleh pemerintah selama kurang
lebih tujuh bulan dari 1921-1922 karena tuduhan keterlibatan dengan gerakan SI
afdeeling B di Jabar, menghilangkan kesediaan partai untuk patuh pada
pemerintah.
Dikalangan SI muncul gagasan untuk
melakukan reorganisasi. Susunan organisasi lama dianggap sudah tidak cocok.
Juga dapat membahayakan kepemimpinan organisasi. SI lokal dapat bergerak lebih
bebas dibandingkan CSI yang bertanggung jawab atas tindakan SI lokal. Maka
dalam kongres ketujuh bulan Februari 1923 dibahas kemungkinan SI untuk mundur
dari volkskraad. Dalam kongres ini pula diputuskan akan adanya reorganisasi. SI
akhirnya diubah menjadi Partai Sarekat Islam.
Sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia.
Nice POS... i like this