“Kebiasaan ka, diawal gua mulai baca buku, buku yang dibaca
itu menarik banget buat gua. Jadi pas pertama kali baca buku itu, bukunya
langsung gua habisin. Buku selanjutnya juga sama”.
Sudah kurang lebih tujuh tahun sejak saya mulai sadar akan
pentingnya membaca buku. Baru puluhan buku yang sudah saya baca sampai habis.
Bukan buku pelajaran yang selalu menginspirasi di kelas, tapi buku-buku yang
menginspirasi prinsip hidup. Bukan berarti buku pelajaran di kelas tidak
menginspirasi hidup, pasti mengispirasi. Tapi buku-buku dikelas semua orang
mendapatkannya, buku di luar kelas tidak semua.
Hampir setiap bulan saya membaca satu buku, dengan tema yang
berbeda. Buku-buku nonfiksi dan semi nonfiksi memiliki makna yang lebih bisa dipercaya.
Karena hal tersebut benar terjadi dan bukan khayalan semata seperti buku-buku
fiksi. Buku-buku nonfiksi memiliki alur yang tidak dibuat-buat. Seperti apa
adanya terjadi. Keyakinan akan isi buku lebih kuat.
Banyak ilmuan, tokoh agama, sosiolog, politisi, jurnalis
menggunakan buku untuk berbagi pengetahuan. Para sastrawan menggoreskan
kesusastraanya di buku. Kitab-kitab agamapun tercetak dalam bentuk buku. Buku sudah
menjadi bagian hidup yang tidak bisa terpisahkan dari kita, seharusnya.
Buku bisa menjadi nihil dan omong-kosong belaka. Kalimat yang
diutarakan penulis dalam bukunya hanya sia-sia, dan percuma nulis
banyak-banyak. Nilai dan poin yang ditembakan pada pembaca tidak tepat sasaran
dan meleset. Bahkan anginnya pun tidak terasa sama sekali. Pengetahuan yang
tercetak dalam buku tersebut seolah menguap dan tidak ada jejak. Kata demi kata
hilang entah kemana. Lalu apa yang terjadi?
Ini sentilan bagi diri saya sendiri dan mungkin bagi pembaca
yang juga sudah membaca belasan, puluhan, ratusan, bahkan ribuan buku. Saya
sudah menghabiskan banyak waktu hidup saya untuk membaca. Tapi apa yang saya
baca belum semuanya saya lakukan dan aplikasikan, beberapa lupa. Konten bicara
pun belum bisa menceritakan kembali buku-buku yang pernah dibaca untuk berbagi
dengan yang lain. Sebutlah buku pengembangan diri ESQ, Young on Top, Bumi
Manusia, dan lain-lain. Semua buku tersebut merupakan hasil pikiran orang-orang
yang mendapatkan kelebihan di bidang tertentu serta memiliki nilai. Pikiran
mereka, pengetahuan mereka, pengalaman mereka seharusnya menjadi inspirasi hidup.
Buat apa membaca jika tidak ada satu hal pun yang berpengaruh dari bacaan yang
dibaca. Menyelesaikan buku hanya sebagai pemenuh kepuasan karena sudah membaca
buku sampai selesai. Sebagai gengsi bahwa sudah menyelesaikan sebuah buku.
Setelah sampul ditutup, mata, pikiran, hati pun ikut menutup dari buku itu.
"Jika membaca itu hanya sekedar pengisi waktu,penghilang kebosanan, adu gengsi, peluruh kewajiban, dan memenuhi tuntutan, hal ini terlalu sempit. Padahal manfaatnya lebih luas dari hal itu"
Lantas salahkah membaca banyak buku?. Terlalu ekstrim
mengatakan keharaman tentang membaca banyak buku. Hal tersebut tidaklah salah,
konsekuensi setelah membaca tulisan itu yang perlu diperhatikan.Sangat
disayangkan waktu yang sudah dihabiskan untuk menyelesaikan membaca sebuah buku.
Jika membaca itu hanya sekedar pengisi waktu, penghilang kebosanan, adu gengsi,
peluruh kewajiban, dan memenuhi tuntutan, hal ini terlalu sempit. Padahal
manfaatnya lebih luas dari hal itu. Setiap pembaca yang baik dan budiman
tentunya akan berusaha untuk menjadikan peran buku lebih bermanfaat.
Saya yakin pembaca vivacious ini sudah menjadi pembaca banyak
buku. Sangat keren sekali jika saat ngobrol dengan yang lain maupun tidak,
dapat berbagi pengetahuan serta inspiras dari buku yang sudah dibaca. Indonesia
masih kurang loh pembaca bukunya, katanya mau jadi bangsa yang cerdas?
Posting Komentar