Kronologi
Akhirnya setelah sekian lama
berkeinginan untuk hiking ke gunung ciremai, pada hari sabtu 30 Juni aku bisa melaksanakan keinginan tersebut.
Ayah mengajak temannya yaitu mang
Tobing untuk ikut dan menjadi sebagai penunjuk jalan bagi kami untuk melakukan
perjalanan menuju puncak ciremai. Dia merupakan orang yang handal dalam masalah
hiking. Telah sering dia ke gunung ciremai dan telah banyak pengalaman hiking
di gunung-gunung yang lain.
Rencananya aku akan mengajak temanku
yang lain untuk ikut serta dalam pendakian ini. Namun, karena rencana ini
terlalu mendadak jadi tidak ada teman yang ikut pendakian. Akhirnya hanya aku,
ayahku dan mang tobing yang melakukan pendakian ini.
Sebelum hari sabtu kami melakukan
persiapan barang-barang yang diperlukan untuk pergi mendaki gunung Ciremai menurut sepengetahuanku. Aku membawa 6 bungkus nasi, wafer, air tiga liter untuk aku sendiri, ayam
goreng untuk makan, kopi, senter, baju hangat (syal, kaos kaki, sapu tangan,
jaket, baju dan celana berlapis-lapis, sandal gunung), mie instant, paraffin,
tas, gasolin, handphone kesayangan, sendok, gelas dan permen juga uang.
Hari sabtu itu merupakan hari untuk
adikku pertama kali masuk sekolah smp barunya yang dulu merupakan sekolahku.
Sekolah itu terletak di Kuningan. Aku dan ayahku mengantar adikku terlebih
dahulu ke Kuningan. Setelah jam satu siang kami pun kembali pulang ke rumah. Kami
tiba di rumah pada pukul setengah tiga. Saat mobil tiba, mang Tobing datang
dengan perlengkapannya. Aku dan ayahku langsung bersiap-siap. Rencananya kami
berangkat pada jam dua siang, dan molor
sampai jam setengah empat sore. Kami meninggalkan rumah dengan naik motor
menuju desa Apuy yang terletak di kecamatan Maja kabupaten Majalengka. Kami
melewati jalanan yang terus menanjak. Kami berhenti di sebuah rumah warga yang
ternyata sudah kenal dengan mang Tobing sejak mang Tobing masih SMP. Kami menitipkan motor di rumah ini. Setelah
sejenak kami beristirahat dari
perjalanan selama 30 menit dari rumah, kami memulai pendakian menuju Puncak
pada pukul setengah lima sore. Di perjalanan aku tidak memakai baju hangat
terlebih dahulu, karena perjalanan menuju pos pertama, udara dingin belum
terasa.
Rencananya jika kami telah sampai di
pos 1 pada jam setengah enam sore kemudian beristirahat, lalu dilanjutkan ke
pos selanjutnya pada jam enam sore. Maka kami akan tiba di puncak dan dapat
melihat matahari terbit. Namun, ternyata rencana tidak sesuai. Kami banyak
melakukan pemberhentian di tengah jalan Karena ayahku kecapean sehingga
perjalanan kami lebih banyak memakan waktu. Akhirnya kami tiba di pos satu pada
jam enam lebih. Aku kira di pos satu ada warung untuk bisa kami membeli perlengkapan
yang kurang seperti air yang seharusnya minimal empat liter satu orang. Namun
ternyata tidak ada. Walaupun begitu kata mang tobing kami sedang beristirahat
di pos yang paling nyaman, karena terdapat tempat yang beratap. Di pos lain,
jangan harap menemukan atap.
Kami
langsung memakai baju hangat setelah
sebelumnya kami kepanasan dan kini langsung kedinginan. Aku dan ayahku makan
sore dan kami bertiga memasak air untuk kami minum minuman hangat. Saat memasak
aku mengambil bagian yang paling dekat dengan api, untuk menghangatkan tanganku
yang sudah sangat kedinginan seperti masuk kedalam kubangan es batu. Kata mang
Tobing biasanya pada malam minggu seperti ini banyak orang yang akan pergi ke
puncak. Biasanya mereka baru berangkat pada pukul enam sore dari desa Apuy. Kami
pun menunggu agar nanti bisa bersama-sama, tidak hanya bertiga seperti ini.
Sampai jam setengah Sembilan kami menunggu dan tidak ada yang datang ke pos
satu. Kami pun langsung melanjutkan perjalanan ke pos dua dengan hanya bertiga.
Jarak
setiap pos adalah dua ratus meter diukur secara datar. Namun jika diukur dari
pangjangnya jalan yang harus kami tempuh, maka jaraknya akan berbeda (ingat
segitiga siku2, sisi miring dengan sisi datarnya).
Senter
telah kami nyalakan dari sebelum tepat ke pos satu. Jalan yang kami lewati
menuju pos dua, menanjak dengan beberapa akar pohon membentuk tangga untuk ke
atas. Di perjalanan seperti sebelumnya, kami banyak melakukan pemberhentian.
Aku selalu jalan paling belakang. Padahal, Ayahku dulu pernah mendaki gunung
ciremai saat dia SMA, namun hanya sampai pos 5. Di pos lima ayahku dan lainnya
(mang tobing juga ikut), tidur dengan enak sambil kehujanan. Mereka mengaku
tidak kedinginan, namun sekarang tidak kehujanan pun aku dan ayahku sudah
menggigil. Ayahku sudah berumur 49 tahun dan sudah tidak muda lagi, sehingga
mau tak mau aku harus ikut ayahku.
Jarak
tempuh kami lebih jauh dari 200 meter, dan sangat lama. Kami tiba di pos dua, dengan kaki yang
sudah mulai pegal. Kami beristirahat dahulu. Kami langsung merebahkan tubuh kami
di atas tanah, tanpa alas dan tenda. Ternyata tanahnya sangat dingin. Tubuh
kami masih hangat karena berkeringat, sehingga mengurangi rasa dingin itu. Mang
Tobing langsung bisa tidur dan ngorok. Namun aku dan ayahku tidak bisa tidur
senyaman mang Tobing. Setelah beberapa lama dingin menyerang, aku tidak bisa
tidur ayahku juga. Kami menyalakan dua paraffin untuk menghangatkan tubuh kami.
Sangat nyaman jika kami bisa membawa tenda seperti sebelah kami. Di pos dua handphoneku
masih bisa menerima sms dan aku menjawab smsnya walaupun tidak langsung
terkirim. Sinyal di handphoneku kadang nol dan kadang berisi. Setelah sekitar
jam setengah sebelas dan duakotak paraffin sudah habis, mang Tobing dibangunkan
dengan tubuhnya yang langsung menggigil untuk melanjutkan perjalanan.
Menuju
pos 3, awalnya sangat menggigil, namun karena kami terus jalan, sehingga rasa
dingin itu perlahan hilang. Rumus untuk perjalanan di malam hari ini adalah
segera tidur saat menemukan pos setelah melakukan perjalanan, lalu segera
lanjutkan perjalanan jika badan sudah merasa menggigil. Jarak tempuh dari pos
dua ketiga terasa tidak terlalu berat, karena kami sudah mulai beradaptasi.
Di
pos tiga tidur beristirahat dan memasak mie instant serta menghangatkan tubuh.
Dari pos tiga ke pos empat terasa tidak terlalu jauh dan lebih dekat dari pos
dua ke pos satu. Di pos empat kami kembali beristirahat dan tidur. Di pos empat
aku mendirikan salat maghrib dan isya. Sekarang sekitar jam tiga pagi. Di pos
empat aku menerima telepon dari ibuku. Aku mempersingkat pembicaraan karena
takut baterai hp-ku akan habis dan tidak bisa digunakan untuk mempotret pemandangan
di perjalanan selanjutnya.
Kami
melanjutkan perjalanan menuju pos lima. Perjalanan menuju pos lima sudah mulai
terasa berat. Akar-akar pohon yang besar membentuk tangga yang kadang jarak
satu dengan yang lainnya sangat tinggi. Kami harus berhati-hati, jalan masih
sangat gelap. Suhu udara lebih rendah dan dingin. Perjalanan menuju pos lima
ini lebih lama.
Akhirnya
kami tiba di pos lima. Ternyata di pos lima kami bertemu dengan rombongan
(lebih dari tiga orang) dari majalengka juga. Ada salah satu dari mereka yang
kami kenal. Mereka membuat tenda seadanya dari kain dan daun serta dahan dan
membuat api unggun. Mereka akan meninggalkan pos lima dan segera bergerak ke
pos enam lalu ke puncak untuk menyaksikan matahari terbit. Sedangkan kami baru
akan beristirahat di pos lima.
Di
pos lima, sudah sekitar jam lima lebih sepuluh pagi. Kami beristirahat dan
manghangatkan diri di dekat api unggun yang sungguh sangat menghangatkan kami.
Pada pos ini hp-ku kembali menerima telepon dari ibuku. Dia kira kami sudah
sampai ke puncak. Karena dulu ibuku juga pernah ke Ciremai sampai puncak dan
melihat matahari terbit saat dia SMA. Di pos ini aku mendirikan salat subuh.
Lalu memasak air yang pas-pasan dan meminum minuman yang hangat dan
menyamankan.
Kami
melanjutkan perjalanan menuju pos ke enam. Jalan yang kami tempuh ternyata
sudah sangat menanjak. Dengan kemiringan sekitar 60 derajat sampai 90 derajat.
Di tengah perjalanan kami menemukan bunga yang terkenal yaitu bunga edelwis the
flower of eternity, begitu orang banyak menyebutnya. Karena jika bunganya
dicabut, bunga itu tidak langsung layu dan dapat mekar sampai beberapa waktu
kemudian, sehingga jika dipetik dan dibawa ke rumah, bunganya tidak langsung
jelek. Bunganya kecil berdiameter sekitar diameter pensil, namun lebih kecil. Berwarna
kuning jika sudah mekar dan berwarna putih jika belum mekar bunganya. Daunnya seperti
jarum. Dibawah tangkai bunga sebelum
daun hijau terdapat dahan yang coklat dan daun yang mati. Pada dahan itu
mudah untuk di petik. Jika bunga itu
dikumpulan menjadi satu akan terlihat indah.
Kami
tiba di pos enam pada jam delapan pagi. Di pos enam merupakan pertigaan antar
jalur ke puncak dari palutungan (Kuningan) dan dari Apuy (Majalengka).
Sebenarnya menurut warga Majalengka, jalan dari Apuy lebih dekat daripada dari
Kuningan. Di pos enam yang sudah +2500 meter diatas permukaan laut, aku
mendapatkan sms dari ibuku agar ayah istirahat saja di pos dan aku bersama mang
Tobing saja yang melanjutkan sampai puncak sana dan melihat kawah.
Akhirnya
ayah memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan sampai puncak. Namun ayah
tidak istirahat di pos enam, melainkan istirahat tepat diatas Goa wallet. Goa yang
biasa orang berkemah. Di atas goa ini ternyata terdapat kebun edelwis (aku
menyebutnya begitu), karena banyak sekali tanaman bunga ini. Beruntung aku
berangkat pada bulan ini, karena tanaman ini sedang banyak berbunga sehingga
terlihat indah pemandangan disini.
Aku
melanjutkan perjalanan mendaki menuju puncak. Sedangkan pendaki lain sudah
mulai turun dari puncak, karena hari sudah mulai siang. Aku jalan duluan,
dibelakangku mang Tobing. Medan yang ditempuh, lebih berat dari sebelumnya.
Hampir aku tidak melihat tanah. Yang ada hanya batu dan pasir. Aku mencari-cari
jalan yang terbaik yang bisa aku lewati. Batu-batu disana sanatlah besar.
Akhirnya aku sampai di puncak. melihat kawah.
Sendirian,
karena yang lain sudah semuanya turun gunung. Mang Tobing menyusulku kemudian.
Angin yang begitu kencang hampir saja membuat ku terhjatuh. Bulan ini adalah
musim halodo (Sunda : kemarau) sehingga lebih banyak angin yang berhembus. Aku
melihat awan yang bagaikan busa-busa. Lebih indah dibandingkan dari hanya
melihat dari pos enam. Dari sini juga aku bisa melihat puncak-puncak gunung
lain yang terdapat di pulau jawa. Seperti gunung Slamet dan Gunung Tampomas.
Setelah
puas, aku langsung turun ke bawah. Makan nasi dan mie yang dicampur. Sangat
membantu, karena kami sudah kelaparan. Di atas goa wallet yang +2900 mdpl ini,
aku kembali menerima telepon dari ibuku. Terkadang kami bingung, kenapa
handphne ku masih bisa melakukan hubungan padahal jauh dari menara telepon.
Saat baterai hapeku mati, aku memindahkan nomor SIM ku ke hape ayah yang masih
ada baterai cadangannya. Namun, ternyata di hape ayah, tidak bisa menerima
telepon dan sinyalpun kosong terus. Mungkin ini disebabkan dari jenis hapenya
juga. Handphoneku adadalah Sony Ericsson w580i yang sudah aku miliki sejak kelas
dua SMP. Dan akhirnya Aku, ayah, dan mang Tobing kembali ke desa Apuy dengan
badan yang sudah pegal-pegal.
Kesan
dan Pesan
Pendakian
menuju gunung ciremai dengan sangat kurang persiapan ini cukup menyenangkan dan
sangat menantang. Perlu kesabaran dan keikhlasan menghadapi semua keputusasaan.
Sebaiknya
jika menginginkan pendakian ini sebagai pengisi liburan yang benar-benar
menghibur, bawalah perlengkapan yang memadai. Berikut barang-barang yang
diperlukan saat melakukan pendakian selama satu malam saja. Lebih baik lagi
jika peralatannya tersebut memang dibuat untuk melakukan hiking.
- Perlengkapan
Baju hangat (kaos kaki berlapis-lapis, Penutup kepala, sarung tangan berlapis,
jaket yang tebal, masker hangat, celana panjang berlapis)
- Paraffin
minimal 2 bungkus (16 kotak) untuk memasak dan menghangatkan diri
- Tas
besar (Hiking)
- Sepatu
(Hiking)
- Alas
yang dari karet (tenda juga OK)
- Alat
memasak yang “simple”
- Air
minum minimal 4 Liter (3 botol minuman kemasan 1500 ml)
- Obat-obatan,
P3K
- Kopi/
jahe/ susu/ yang lainnya yang bisa menghangatkan tubuh.
- Membawa mie instant, untuk
mengisi kekosongan perut.
- Boleh membawa nasi dari rumah,
tapi jika sudah mencapai pos enam, nasi sudah dingin dan mengeras. Jika akan
membawa beras, maka tambahkan paraffin paling tidak dua bungkus lagi untuk
persiapan (3 kali makan). Juga tambahlah persediaan air. Sebenarnya sudah cukup
makan nasi untuk dua kali ditambah mie lain waktu.
- Handphone
- DLL (yang mungkin merasa perlu untuk dibawa )
Saat
melakukan pendakian, jika sudah merasa lelah beristirahatlah terlebih dahulu.
Keamanan lebih penting dari pada pencapaian target. Namun jangan bermanja-manja
ria. Selalu mengingat allah saat melakukan perjalanan. Selalu membaca ayat
kursi, surat al fallaq, al-ikhlas, an-naas dan silakan baca artinya lalu
renungkan. Bertasbihlah, Hal ini membuat suasana hati lebih tenang, sehingga
fisik pun tidak mengalami keputusasaan. Jangan ragu untuk salat dan bertayamum.
Jika ingin memakai balsam untuk kaki, siap-siaplah merasa lebih dingin. Di
perjalanan kita tidak menemui aliran air dari gunung (jika pada musim kemarau),
saya pun tidak menemui tempat genangan air. Selalu berada dalam kelompok. Tetap
ikuti aturan yang tertulis dan tidak tertulis saat melakukan pendakian. Tetap
jaga lingkungan agar tetap bersih. Jangan tinggalkan sampah. Keajaiban akan
selalu ada pada pendakian ini.
Pada pendakian ini aku menemukan banyak hal yang menarik. Burung-burung yang cantik beterbangan kesanan kemari. Awan-awan yang begitu memikat hati untuk terjun ke dalamnya. Dahan pohon yang menghasilkan belokan seni yang keren dan inspiratif.
Pada pendakian ini aku menemukan banyak hal yang menarik. Burung-burung yang cantik beterbangan kesanan kemari. Awan-awan yang begitu memikat hati untuk terjun ke dalamnya. Dahan pohon yang menghasilkan belokan seni yang keren dan inspiratif.
Mungkin
aku akan kembali lagi ke gunung Ciremai dan turun ke kawah. Serta melakukan
persiapan yang lebih mantap dan bersama kawan-kawan.
“Warisi
anak cucu kita mata air, jangan warisi anak cucu kita air mata” wise word ini
aku temukan di papan petunjuk gunung saat hendak ke pos lima.Gunung Slamet Bisa terlihat dari sini |
Perjalanan Turun meninggalkan Puncak Awan Terlihat dari sini |
Masak Air hangat di pos satu |
Gundukan awan yang menawan |
Kawah Gunung Ciremai |
Pemandangan dari Atas Pucak |
welcome to Edelwis Garden |
Perjalanan Menuju post Enam |
Pemandangan awan memang indah |
Menuju pos satu |
Mang Tobing dan Warga sekitar |
Pemandangan ini belum Capai pucak |
Yuk kita Turun Gunung |
Ayah sedang Beristirahat |
Posting Komentar